Bertindak sebagai tuan rumah dan menguasai jalannya pertandingan,
Fiorentina malah kalah 0-1 dari tamunya AS Roma karena gol di menit
terakhir.
Dengan hasil ini, La Viola pun gagal melewati
AC Milan untuk merebut posisi ketiga klasemen. Sementara itu, dengan
tambahan raihan 3 poin Roma berhasil naik ke posisi 5 dan memantapkan
diri untuk merebut satu jatah ke kompetisi Eropa.
***
Dalam bukunya yang ditulis bersama dengan Gabrielle Marcotti, "The Italian Job", Gianluca Vialli sempat menuliskan tentang perbedaan sepakbola ala Inggris dan Italia dengan menggunakan analogi seorang petinju.
Menurutnya,
sepakbola Inggris adalah ibarat petinju yang agresif dan terus menerus
bertarung ‘berani’ dengan melancarkan cara pukulan demi pukulan.
Sementara sepakbola Italia bagaikan petinju yang takut kalah. Karena itu
ia akan bertarung secara sabar sembari menanti satu celah saat
pertahanan lawannya terbuka, untuk melayangkan pukulan knock-out.
Tanpa
harus terjebak pada stereotipe secara mendalam, pertandingan ini bisa
dikatakan sebagai contoh tepat analogi yang diberikan oleh Vialli.
Hampir selama 70 menit (kecuali 20 menit awal pertandingan), Roma terus
menerus dikurung di area pertahanannya sendiri. Selama 70 menit pula,
Roma dengan sabarnya bertahan untuk melayani 'pukulan demi pukulan' yang
dilakukan oleh La Viola.
Memang, dengan penguasaan bola
di area lawan itu, Fiorentina terhitung bisa 27 kali melakukan attempts
ke gawang Roma. Sementara dengan minimnya kesempatan, Roma hanya mampu
menguji pertahanan Fiorentina melalui 11 kali attempts.
Namun,
di menit 92, sesaat setelah tendangan pemain tengah David Pizzaro
membentur tiang, para penggawa Roma melakukan serangan balik yang
berbuah tendangan pojok. Dari pemanfaatan bola mati inilah kemudian
Osvaldo melakukan sundulan dan menjebol gawang Viviano.
Fiorentina
yang bermain aktraktif sepanjang pertandingan pun harus pulang dengan
tangan hampa. Bak petinju yang kalah KO di ronde terakhir.



Post a Comment